Setelah sekian lama biar kuceritakan.
Sempat terlupakan untuk diceritakan padahal aku sudah janji.
Masih ditempat yang sama dengan musuh terbesarku yang masih santai saja dihadapanku seolah semua sudah selesai. Seharusnya ia lanjut bekerja, namun karena aku datang dia lebih memilih melayaniku.
"Mana Farel?" Tanyanya (Ridho) langsung tapi tidak sambil menatapku.
"Ada apa kau mencarinnya?" Tanyaku menyelidik
"Aku rindu hahahaha" dia berusaha membuat lelucon. Aku masuk dalam leluconnya yang membuatku sejenak lupa akan ketegangan diantara kita berdua. Aku tersenyum.
Dia berhenti tersenyum dan terkekeh melihatku.
"Maaf" ridho bergumam dan menatapku seakan matanya berkata 1000x maaf dan rasa menyesalnya segunung.
"Iya" gumamku.
Ia mengangguk paham.
Biarkan aku menceritakannya Ridho,
Untuk membuka ingatanmu yang telah lama pupus dimakan waktu.
Bernostalgia dan meng-klarifikasi segala hal.
Ia mempersilakanku tanpa mengucap sama sepertiku yang meminta tanpa mengucap.
Farel. Ya dia adalah sahabat terbaikku yang amat kusayangi di dalam hidupku. Bagaimana tidak? Aku hidup dari kecil dengannya. Aku memiliki banyak kenangan dan waktu bersamannya yang tidak bisa terbayar hanya dengan apapun di dunia ini. Dia sungguh berharga bagiku. Maka aku tak ingin dia sakit, terjatuh, merasa dirinya tak berharga dan aku tidak mau dia kecewa karena dikecewakan.
Tapi suatu hari yang cerah telah merubah hidup kami berdua. Disaat aku terbangun dengan normal dibangunkan bi piyem, berangkat dengannya dengan sebuah lagu dan pengakuan fantastisnya yang membuatku bahagia sebagai sahabat.
Semenjak itu aku selalu membantunnya agar ia bisa bersama orang yang ia cinta. Dengan segala cara, aku berusaha mendekatkan mereka berdua. Aku berusaha mengubah orang yang ia cinta menjadi wanita yang amat sangat menarik. Sembari aku bersamamu dalam suatu hubungan yang menarik.
Bersamamu Ridho,
Kau yang dulu datang kepadaku ibarat sebuah air yang mengalir kepadaku, menjadi sebuah ketetapan tuhan yang tak ter-elakkan. Kau ada menjadi sebuah cerita yang aku tidak sangka-sangka. Kau selalu mengejutkanku dengan hal yang menggembirakan.
Bagiku semua sempurna. Sahabatku bahagia dan aku bahagia. Tapi hidup tidak sebercanda itu, membuat segalanya terasa sempurna bagiku. Aku hanya sedang menjadi penonton dari tokoh-tokoh yang berusaha menghiburku, meng-kamuflasekan hidupku yang menyedihkan. Agar aku tak sadar.
Dibalik semua kamuflase sandiwara yang kalian sediakan. Beberapa orang yang kusayang, merasa sedih dan menderita. Mereka semua menutupi semuanya terus menerus dan menjadikan aku orang yang amat sangat bodoh.
Aku terus menerus jadi penonton yang dibohongi oleh sebuah kebohongan besar. Sampai pada saatnya layar TV yang menjadi panggung sandiwara tak lagi menyala. Tiba-tiba,
Aku berada dalam kegelapan yang nyata dan baru sadar aku hanya sendirian selama ini.
Kalian tidak ada. Aku ditinggalkan. Tiba-tiba kalian semua hilang! Aku menangis ditengah kegelapan tapi kalian tetap tidak ada. Sampai kunyalakan sebuah lilin yang tak sengaja kutemukan.
Setelah semua cukup terang kutemukan beberapa dari kalian dengan kenyataan yang berbeda. Satu persatu kebohongan yang kalian sembunyikan dibalik topeng sandiwara tersebut, terungkap.
Aku mendapati seluruh orang yang sangat kupercaya dan kucintai telah mengkhianatiku. Pengkhianatan dari segala arah ini membunuhku.
Aku bagai tawanan yang dikepung dengan kenyataan pahit. Yang terus saja menusuk jantungku sampai rasanya ingin mati. Diriku sudah mati tapi mengapa raga ini masih bernapas?
Begitulah sepotong clue lipatan cerita, yang membuka seluruh percakapan kita yang akan ber-episode-episode.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar