LIPATAN 1
Tirai origamiku menyeruak lebar. Mentari kini menatapku nanar dan licik. Ia tertawa melihatku menyipitkan mata karena pesona jahatnya. Alarm dilantai sudah tak bernyawa karena kubunuh sepuluh menit yang lalu. Sejenak aku benci memikirkan tirai dan alarm yang mengganggu mimpi indahku. Aku bahkan tak sadar ada yang menatapku gelisah. Mbok piyem dengan daster dan rambut kuncir sanggul tiba-tiba mengoceh dengan logat jawa.
"Non, aduh non udah jam enem non kok masih geletak aja non. Aduh piye iki non, ayo bangun toh nanti terlambat"
Itulah sambutan terbaik mbok setiap pagi. Entah mengapa ia tak pernah bosan. Semua perlengkapan sudah disiapkannya. Kemudian aku pun bersiap lima belas menit, tampil fancy dan rapi. Seperti hari-hari biasa, dibawah sudah ada Farel yang selalu memangkukan dagunnya menunggu.
"Rel...krrrr...yuk berangkat" Jentikan tanganku menyadarkan lamunannya dan kita berangkat.
Mobil melaju melesat.
"Radio 12asfmxxx, hello guys gimana pagi ini?Fancy?Sassy?or messy? Ya kembali dengan gue Albert Jones host gaul yang lagi super jomblo butuh kehangatan mau puter lagu Sam Smith yang lagi hits banget nih judulnya writting on the wall"
TUT
Radio di turn off begitu saja.
"Ih kok dimatiin ih"
Tangan kami beradu berebut tombol. Tapi Farel mengalah. Farel selalu mengalah untukku. Tapi aku bahkan tidak pernah mengalah untuknya. Aku merasa egois dan kuturunkan volumennya.
"Ndah, kita udah sahabatan berapa lama?" Farel berucap sambil mengetukkan tangannya.
"Au, lama banget kan ya rel. 7,eh 8, eh 9" Aku meraba kapan kami bertemu.
"10 tahun net not"
Aku mengernyit.
"Gue pikir lo harus tau suatu hal. Sesuatu yang menyangkut perasaan"
Jantungku berdegup. Tidak mungkin. Farel menyukaiku? Benarkah?
Persahabatan, kebersamaan, perasaan peduli yang Farel berikan padaku kupikir hanya sebatas sahabat. Apakah aku terlalu egois untuk tidak menyadarinnya?
"Perasaan ini jatuh pada Adel" Farel menghentikan mobil dan diam.
Jawaban yang tatkala lebih mengejutkanku. Kata-kata Farel hampir menipuku dan membuatku menjadi terasa konyol. Tapi, kata-kata dia benar-benar spontan dan tak kusangka. Aku senang dia menyukai seseorang dan itu bukan aku.
"Bagaimana ini?" Wajahnya merah padam seperti blush on.
"Bagaimana? Pertama...." aku menahan geli meilhat wajah lucunnya. Dia penasaran. "Menyetirlah dan sampailah disekolah lalu kita pikirkan selanjutnya" Aku terkekeh menepok pipinnya yang merah muda dengan pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar